GAYA BAHASA


1.
Gaya bahasa ialah cara penulis menggunakan bahasa sebagai alat untuk
menyampaikan pemikiran dan pandangan terhadap sesuatu tema atau
persoalan melalui kerya mereka.
2. Berikut diberikan bebrapa istilah-istilah gaya bahasa yang perlu difahami oleh pelajar:
a. Diksi
i. Bermaksud pemilihan kata
ii. Penulis akan menggunakan dan memilih kata-kata yang sesuai dengan
tema dan persoalan, latar, watak dan mesej yang ada dalam karya mereka
b. Ayat
i. Merujuk kepada cara pengarang membina dan menyusun ayat dalam karyanya
ii. Ayat yang digunakan sama ada ayat panjang atau ayat pendek mengikut kesesuaian karya yang diolahnya
c. Personafikasi
i. Dikenali juga perorangan yang bermaksud memberikan sifat manusia kepada benda-benda lain
ii. Sifat manusia itu meliputi perwatakan, perasaan, tindak-tanduk dan perlakuan
iii. Antara contoh-contoh personafokasi yang pernah digunakan ialah daun nyuir melambai-lambai dan rumput menari-nari ditiup angin
d. Simile
i. Perbandingan setara yang digunakan oleh penulis bagai menyatakan sesuatu perkara.
ii. Kata-kata yang biasa digunakan seperti, umpama, bak, bagai, ibarat dan sebagainya.
iii. Contoh penggunaan simile: seperti anjing dengan kucing,kurus macam lidi dan bagai aur dengan tebing
e. Metafora
i. Perbandingan setara secara terus atau langsung yang digunakan oleh penulis
ii. Contoh penggunaan metafora: samudera hampa dan lautan fikiran
f. Hiperbola
i. Merupakan sejenis bahasa kiasan yang digunakan oleh penulis untuk
menyatakan sesuatu secara berlebih-lebihan daripada maksud sebenar
ii. Contoh penggunaan hiperbola: lautan api sanggup kurenangi
g. Sinkope
i. Bermaksud penyingkatan kata
ii. Contoh penggunaan sinkope: "Apa dah jadi ni?"
h. Rima
i. Bunyi akhir suku kata pada tempat yang bersetentang antara dua baris atau lebih daripada dua baris dalam puisi
ii. Terdapat rima awal, rima dalam dan rima akhir
iii. Perhatikan rima pantun berikut:
Tikar pucuk tikar mengkuang,
Alas nikah raja Melayu,
Ikan busuk jangan dibuang,
Buat perencah di saun kayu.
i. Asonansi
i. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam baris-baris puisi
ii. Contohnya pengulangan bunyi vokal u dalam baris 'Tikar pucuk tikar mengkuang'
j. Aliterasi
i. Pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris puisi
ii. Contohnya pengulangan bunyi konsonan k dalam baris 'Tikar pucuk tikar mengkuang'
k. Perlambangan
i. Merupakan kata-kata yang digunakan untuk menerangkan sesuatu benda,
keadaan, atau peristiwa yang membawa maksud yang lain atau makna yang
lebih mendalam,
ii. Contohnya bunga melambangkan perempuan, senjamelambangkan usia yang telah tua dan pagi melambangkan usia muda
RELASI MAKNA
Relasi makna
adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa dengan
satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa ini dapat berupa kata, frase,
kalimat, dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna,
pertentangan, ketercakupan, kegandaan atau kelebihan makna.
Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan
makna dan bersifat dua arah. Misalnya, antara kata betul dengan kata
benar; antara kata hamil dengan frase duduk perut. Ketidaksamaan makna
yang bersinonim disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor waktu. Umpamanya kata hulubalang yang bersifat klasik dengan kata komandan yang tidak cocok untuk koteks klasik.
2. Factor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya yang bisa digunakan di
mana saja, sedngkan beta hanya cocok digunakan untuk wilayah Indonesia
bagian timur.
3. Faktor keformalan. Misalya kata uang yang dapat digunakan dalam
rangka formal dan tidak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk
ragam tak formal.
4. Faktor sosial. Umpamanya kata saya yang dapat digunakan oleh siapa
saja dan kepada siapa saja, sedangkan kata aku hanya digunakan terhadap
orang yang sebaya, yang dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda
atau lebih rendah kedudukan sosialnya.
5. Faktor bidang kegiatan. Misalnya, kata matahari yang biasa digunakan dalam kegiatan
apa saja, sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus terutama sastra.
6. Faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, menonton,
meninjau yang masing-masing memiliki makna yang tidak sama.
Antonim
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua ujaran yang
menyatakan kebalikan. Misalnya kata hidup berlawanan dengan kata mati.
Dilihat dari sifat hubungannya, antonim dibagi menjadi:
1. Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya, kata hidup berantonim secara mutlak dengan kata mati.
2. Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil berantonim secara relatif.
3. Antonim yang bersifat rasional. Umpamanya kata membeli dan menjual,
karena munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain.
4. Antonim yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama dan bintara
berantonim berantonim secara hierarkial karena kedua satuan ujaran yang
berantonim itu berada dalam satu garis jenjang.
5. Antonim majemuk adalah satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim
lebih dari satu. Umpamanya dengan kata berdiri dapat berantonim dengan
kata duduk, tidur, tiarap, jongkok, dan bersila.
Polisemi
Polisemi adalah kata atau satuan ujaran yang mempunyai makna lebih dari
satu. Umpamanya, kata kepala yang setidaknya mempunyai makna (1) bagian
tubuh manusia, sesuai dalam kalimat kepalanya luka kena pecahan kaca,
(2) ketua atau pimpinan, seperti dalam kalimat kepala kantor itu bukan
paman saya.
Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya
“kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing
merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata
pacar yang bermakna ‘inai’ dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’.
Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan,
yaitu homofoni dan homografi. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi
(fon) antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan. Contoh yang
ada hanyalah kata bank ‘lembaga ‘keuangan’ dengan kata bang yang
bermakna ‘kakak laki-laki’. Homografi adalah mengacu pada bentuk ujaran
yang sama ejaannya tetapi ucapan dan maknanya tidak sama. Contohnya
kata teras yang maknanya ‘inti’ dan kata teras yang maknanya ‘bagian
serambi rumah’.
Perbedaan polisemi dan homonimi adalah kalau polisemi merupakan bentuk
ujaran yang maknanya lebih dari satu, sedangkan homonimi bentuk ujaran
yang “kebetulan” bentuknya sama, namun maknanya berbeda.
Hiponimi
Hiponim adalah kata khusus sedangkan hipernim adalah kata umum.
Contohnya kata burung merupakan hipernim, sedangkan hiponimnya adalah
merpati, tekukur, perkutut, balam, dan kepodang.
Ambiguiti Atau Ketaksaan
Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna
akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, bentuk buku sejarah
baru dapat ditafsirkan maknanya menjadi (1) buku sejarah itu baru
terbit, atau (2) buku itu memuat sejarah zaman baru. Homonimi adalah dua
buah bentuk atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, sedangkan
ambiguiti adalah sebuah bentuk dengan dua tafsiran makna atau lebih.
Redundansi
Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam
suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat bola itu ditendang oleh Dika
tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika.
Penggunaan kata oleh inilah yang dianggap redundansi, berlebih-lebihan.
SURAH AL-INSYIRAH
Surah Al Inshirah atau Surat Alam Nasyrah( سورة الشرح )adalah surat
ke-94 dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk
golongan surat-surat Makkiyah serta diturunkan sesudah surat Adh Dhuhaa.
Nama Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat pada
ayat pertama, yang berarti: bukankah Kami telah melapangkan.
Pokok-pokok isi
Penegasan
tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad
SAW, dan pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan karena
itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan
bertawakkal kepada-Nya.
Isi Surat
“KEIARANGAN”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Surah
ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir
menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana
pun juga, surah ini ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua
orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
- Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?
Syaraha
berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau
menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam
dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
Shadara
berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan
shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia
ingin 'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja,
bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada
dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia
tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari beban
ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh menjadi dekat dan yang
sulit menjadi mudah.
Syarh
(uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan,
penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang
terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar
penyaksian langsung.
Meskipun
ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang.
Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut
menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan
kepadanya.
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
- Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu,
Wazara,
akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung
(suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri,
wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja
untuk memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan
dari tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta
kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka kita tidak
lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah hanya melaksanakan
tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah beban lagi
kepada diri kita.
الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
- Yang telah memberatkan unggungmu?
Lagi-lagi
ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya
memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang
bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar
bahwa pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan
segera kembali menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat
kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan berusaha berbuat
sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari itu.
Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia
ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita.
Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah),
jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka
berbagai kesulitan akan menimpa kita.
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
- Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?
Ini
berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir
lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi
merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan
tidak terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya
memiliki kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah
beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.
Ketika
Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi
berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan
zikrullah.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
- Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
'
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
- Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Dua
ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni
'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada
satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua
kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan
berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan
berlalu karena lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi
kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan
tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat kesempumaan
di dalamnya.
Umpamanya,
seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek
pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia
mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan
kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak,
tapi yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui
bagaimana musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya
akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain.
Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk
mengetahui bahwa kita berhubungan.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
- Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!
Makna
syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai
berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di
dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung
tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt
tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal kita,
maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang
sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita
sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan
terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan
mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah
makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu
saja menjadi 'perang suci'.
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
- Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata!
Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita
menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis
sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi
kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk
menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan
Allah sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan
kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita
akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri.
JENIS MAKNA
Jenis Makna
Jenis
makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang.
Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan
makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata
dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna
konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat dibedakan
adanya makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Selain pembagian
tersebut, jenis makna dapat pula digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu
(a) makna leksikal dan (b) makna kontekstual.
- Makna Leksikal
Makna leksikal (leksical me3aning, sematic meaning, external meaning)
adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun
dalambentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang
dapat kita lihat dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan menjadi
dua jenis, yaitu (a) makna konseptual yang meliputi makna konotatif,
makna afektif, makna stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.
- Makna Konseptual
Makna
konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai
dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun.
Makna
konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna
kognitif, atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai
faktor utama dalam setiap komunikasi.
- Makna Generik
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit.
Misalnya, sekolah
dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup gedungnya,
melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha sekolah
bersangkutan.
- Makna Spesifik
Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit.
Misalnya
jika berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli,
melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
- Makna Asosiatif
Makna
asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak
sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa.
Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap.
- Makna Konotatif
Makna
konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata
yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang
digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar
makna leksikalnya.
- Makna Afektif
Makna
afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau
pembaca terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif
berhubungan dengan gaya bahasa.
- Makna Stilistik
Makna
stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek
terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah
karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi
kita karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna
stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.
- Makna Kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama.
Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat
tentunya kata-kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga
keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu (a)
makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau hubungan kata, (b)
makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, (c) makna dibatasi oleh
kecepatan.
- Makna Idiomatik
Makna
idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari
makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa
Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom
sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara
keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Idiom
sebagian adalah idiom yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih
memiliki makna leksikal.
- Makna Kontekstual
Makna
kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan
situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena proses
dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur
ketatabahasaan.
- Makna Gramatikal
Makna
grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah
kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai
akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan
komposisi.
- Makna Tematikal
Makna
tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis,
baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan
pembicaraan.
Medan Makna
Medan makna adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu. Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan.
Contoh :
Banyak unsur leksikal
dalam I medan makna antara bahasa yang I dengan bahasa yang lain tidak
sama besarnya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan sistem budaya
masyarakat pemilik bahasa itu.
Bahasa Indonesia
Merah, coklat, baru.
Hijau, kuning, abu-abu, putih dan hitam catatan menurut fisika putih
adalah kumpulan berbagai warna sedangkan hitam adalah tak berwarna.
Untuk menyatakan nuansa warna yang berbeda, Bahasa Indonesia memberi
keterangan perbandingan seperti, merah darah, merah jambu, dan merah
bata.
Bahasa Inggris
Ada 10 warna yaitu white, red, yellow, purple, pink, orange, grey, blue.
Bahasa Hunanco
Ada 4 warna yaitu (ma)
biru, yakni warna hitam dan warna gelap lainnya. (ma) langit yairu warna
putih dan warna lainnya. (ma) rarar yakni kelompok warna merah dan (ma)
latuy yakni warna kuning, jhijau muda dan coklat muda.
Kata-kata atau
leksem-leksem yang megelompokkan dalam satu medan makna, berdasrkan
sifat hubungan semantisnya dapat di bedakan atas kelompok medan kolokasi
dan medan set kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang
terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, dalam
kalimat :
(I). Supir metro mini mengintruksikan kepada karnet agar meminta onkos kepenumpang.
Kita
dapati kata-kata supir, metromini, kernet, dan penumpang yang merupakan
kata-kata dalam satu lokasi, satu tempat atau lingkungan yang sama,
yang berkenan dengan lingkungan darat (dalam metromoni).
Kalau kolokasi menunjuk
pada hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok
set menunjuk, pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada
dalam satu kelompok set biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya
merupakan satu kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya
dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dalam set itu umpamanya, kata
remajamerupakan tahap perkembangan dari anak-anak menjadio dewasa,
sedangkan kata sejuki merupakan suhu diantara dingin dan hangat, maka
kalau kata-kata yang satu set dengan remaja dan sejuk dibagankan adalah
menjadi sebagai berikut :
-Manula/lansia Terik
-Dewasa Panas
-Remaja Hangat
- Kanak-kanak Sejuk
- Bayi Dingin
Pengelompokan kata atas
kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dapat memahami
konsep-konsep budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun
pengelompokan ini sering kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan
unsur-unsur leksikal yang di kelompokkan itu, misalnya, kata karang
dapat masuk dalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula masuk
kedalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula dalam kelompok
medan makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan makna ini
tidak mempedulikan adanay nuansa makan, perbedaan makna denotasi dan
konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga memiliki juga makna “belum
dewasa”, keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan membantah,
serta tidak konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makana ini
hanya tertumpu pada makna dasar, makna denotatif, atau makana pusatnya
saja.
Medan makna mencakupi :
A. MAKNA DENOTATIF
Makna
denotasi disebut juga makna lugas. Kata itu tidak mengalami
penambahan-penambahan makna. Maka makna itu sesuai dengan konsep asal,
apa adanya. Apabila kata tersebut tidak mengalami perubahan makna, maka
kata itu mengandung makna denotasi.
Makna Denotatif (denotasi)
ialah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan
yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi
tertentu. Sifat makna denotatif ialah objektif. Karena makna yang
dikandung dalam kata atau kelompok kata sifatnya pasti atau sudah tentu.
Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplesit. Makna wajar
ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif.
Makna
denotasi, disebut juga makna lugas atau makna sebenarnya, yaitu makna
yang sesuai dengan makna yang terdapat dalam dalam kamus. Makna ini
bersifat objektif.
Contoh-contoh makna denotatif:
Jenis makna
|
Contoh kata
|
Makna
|
Denotasi
|
1. Ibu Guru
|
1. Perempuan yang pekerjaannya mengajar
|
2. Ibu Amir
|
2. Perempuan yang melahirkan Amir
|
a. Bunga :
1) Bagian tumbuhan yang akan menjadi buah (pada umumnya elok warnanya dan sedap baunya).
2) Kembang.
- Bulan :
1) Bola langit yang bergerak mengelilingi atau mengendarai bumi dan tampak pada malam hari.
2) Masa yang lamanya seperduabelas tahun (mungkin 29, 30, atau 31 hari).
-Dia adalah wanita cantik.
-Dinding itu berwarna hitam.
B. MAKNA KONOTATIF
Makna
konotasi adalah makna yang berdasarkan perasaan atau pikiran seseorang.
Makna konotasi sebenarnya merupakan makna denotasi yang telah mengalami
penambahan. Berdasarkan perkataan atau pikirannya, seseorang melakukan
penambahan-penambahan makna, baik itu yang berupa pengkiasan ataupun
perbandingan dengan benda atau hal lainnya. Ada tidaknya penambahan
makna pada suatu kata, diketahui dari konteks penggunaanya dalam
kalimat. Berdasarkan hal itu, makna konotasi sering pula disebut makna kias atau makna kontekstual.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kreteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif.
Makna-makna
konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional dari pada makna
denotatif. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan
dengan suatu kondisi dan situasi tertentu.
Misalnya:
-Rumah gedung, wisma,
-Penonton pemirsa, pemerhati
Makna konotatif (konsonan)
ialah makna kata atau sekelompok yang didasarkan atas perasaan atau
pikiran yang ditimbulkan oleh (=penulis) kepada pendengar (=pembaca).
Sifat makna konotatif sangat subjektif karena makna yang dikandung dalam
kata atau kelompok kata bersifat tambahan.
Makna konotasi
disebut juga makna sampingan, yaitu makna yang berdasarkan atas
perasaan atau nilai rasa tertentu, di samping makna dasar yang umum.
Maka ini bersifat subjektif.
Contoh-contoh makna konotatif :
a. Dia adalah wanita manis
b. Orang itu manis
c. Hampir semua kota mempunyai daerah hitam
d. Oh, bunga pujaanku
C. SINONIM
Kata sinonim berasal dari sin yang berarti ‘sama’ atau ‘serupa’ dan onim atau anuma
yang berarti ‘nama’. Kata sinonim kemudian diartikan sebagai adalah
kata-kata yang sama atau hampir sama maknanya. Suatu kata bersinonim
dengan kata lainnya apabila dalam kalimat yang sama kata-kata itu dapat
menggantikan. Kata benar dan betul adalah bersinonim. Dalam kalimat yang
sama, kedua kata itu dapat saling menggantikan.
Sinonim
adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama,
tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada
kesamaan atau kemiripan.
Sinonim (persamaan makna kata) adalah hubungan antara satu kata dengan kata lainnya yang dianggap mempunyai kesamaan makna.
Sinonim
ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat
tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya
bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang
dan mengonkritkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat
bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakian bahasa dapat memilih
bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Contoh :
(1) Kebenaran harus kita tegakkan di mana saja.
(2) Kebetulan harus kita tegakkan di mana saja.
Contoh :
(1) Jawaban Ani kali ini benar.
(2) Jawaban Ani kali ini betul.
Contoh:
(1) Setelah sekolah usai, murid-murid kelas enem mengadakan rapat.
(2) Ketika kami tiba dilapangan itu, pertandingan telah selesai.
Contoh :
(1) Adik ingin bertemu dengan kakaknya.
(2) Adik ingin berjumpa dengan kakaknya.
D. ANTONIM
Antonim berasal dari anti atau ant yang berarti ‘lawan’ dan anuma yang berarti ‘sama’. Antonim kemudian diartikan sebagai kata-kata yang berbeda atau berlawanan maknanya. Siang-malam, hidup-mati, dan pulang-pergi, merupakan contoh-contoh pasangan kata yang bersinonim. Makna yang dikandungnya berbeda atau saling berlawanan.
Ketiga pasangan kata diatas merupakan salah satu sekian jenis antonim yang dikenal dalam bahasa Indonesia.
Antonim (lawan kata) adalah hubungan antara satu kata dengan kata lain yang dianggap berlawanan.
Jenis-jenis antonim yang lebih lengkapnya adalah sebagai berikut :
a. Antonim kembar,
merupakan antonim yang melibatkan pertentangan antara dua kata.
Cirinya, penyangkalan terhadap salah satunya berarti penegasan terhadap
pasangannya. Contoh : hidup-mati, bila dikatakan tidak hidup berarti mati, dan bila dikatakan tidak mati berarti hidup; jantan-betina, bila dikatakan bukan jantan berarti betina, dan bila dikatakan bukan betina berarti jantan.
b. Antonim majemuk,
merupakan antonim yang melibatkan petentangan antara banyak kata.
Antonim ini bertalian terutama dalam anggota-anggota (hiponim) dari
suatu jenis kelas, seperti jenus tumbuhan jenis hewan, jenis logam,
jenis warna. Ciri utamanya penyangkalan terhadap salah satunya berarti
penegasan terhadap anggota-anggota yang lain. Contohnya, bila dikatakan baju itu tidak hijau, maka dalam dalam kalimat tersebut tercakup pengertian baju itu hitam, atau baju itu putih, dan sebagainya
c. Antonim gradual,
yaitu pertentangan dua kata dengan melibatkan beberapa tingkatan
antara. Cirinya, penyangkalan terhadap yang satu tidak mencakup
penegasan terhadap yang lain. Misalnya, bila dikatakan rumah itu sederhana (RS) tidak berarti rumah itu mewah atau megah, yang bisa jadi rumah itu sangat sederhana (RSS).
d. Antonim relasional,
adalah pertentangan antara dua buah kata yang kehadirannya saling
berhubungan. Kehadiran salah satunya menyebabkan kehadiran kata yang
lain. Contohnya: suami-istri, penjual-pembeli, adik-kakak, guru-murid,
dan sejenisnya. Bila seseorang dikatakan suami berarti ia sudah
beristri dan ia tidak bisa dikatakan seseorang suami bila tidak punya
istri.
e. Antonim herarkis,
adalah pertentangan yang terjadi antara kata-kata yang maknanya berada
dalam proses bertingkat. Jenis antonim ini sebenarnya hampir sama dengan
antonim majemuk, namun di sini terdapat kreteria tambahan, yakni
tingkat. Misalnya: millimeter, sentimeter, desimeter, meter, dan seterusnya; atau Januari, Febuari, Maret, dan seterusnya.